Siapa kira bahwa setiap manusia bisa menjadi sebuah opsi di kehidupan manusia lain? Menjadi pilihan dari sejumlah alternatif, atau dalam penggunaan bahasa sedihnya bukan menjadi tujuan utama seseorang. Cukup menyedihkan jika terlalu dalam dipikirkan. Menerima fakta jika kita hanya menjadi opsi saat tujuan utama belum bisa digapai. Menerima fakta jika kita hanya menjadi tempat singgah saat tujuan utama belum bisa menjadi sungguh.
Rasanya menyalahkan orang lain yang tidak mau menjadikan kita tujuan utama juga tidak benar. Mungkin hati kita yang terlalu berharap, supaya kita bisa menjadi tujuan utama dan bahagia bersama selamanya. Tapi ternyata cuma angan semata, ketika kita tahu fakta sebenarnya. Lalu, setelah tertampar fakta yang nyata itu... apa sebaik-baik hal yang harus dilakukan?
Jika logika berjalan waras, disuguhi fakta sedemikan rupa dan menyadari bahwa kita hanya menjadi pilihan, akan lebih baik jika kita menyudahi semua. Namun, meninggalkan semuanya yang setiap hari selalu ada, tidak semudah membalik lembaran buku bacaan kita. Logika waras tapi hati menyangkal keras, sama dengan omong kosong untuk melupakan semua yang sudah dilalui bersama.
Lalu, hal tepat apa yang harus kita lakukan?
Apa terus berjalan dan memaksa menjadikan kita sebagai tujuan utama adalah kebenaran? Tapi kata ibu, hal yang dipaksakan itu tidak baik pada akhirnya. Mungkin menerima kenyataan bahwa kita bukanlah jawabannya adalah hal lumrah yang bisa dilakukan, namun penuh kesakitan.
Tetapi, hal yang paling tepat adalah sejak awal tidak usah pernah "saling" dan memasuki kehidupan seseorang hingga menimbulkan banyak harapan.
Komentar
Posting Komentar