Langsung ke konten utama

Pembeli adalah raja, bukan. Pembeli dibully.

https://pin.it/21MQaE8


Sebagai anak kos, udah wajar banget buat makan itu beli di pokwe, warteg, ataupun burjo. Ngomong-ngomong, kemarin habis magang gua laper banget, karena emang pagi nggak sarapan dan cuma minum air putih aja. Jadi, sarapannya rapel sama makan siang. Brunch a.k.a breakfast and lunch hahaha. Kebiasaan anak kos.

Akhirnya gua pilihlah warung makan yang beberapa kali gua datengin, tapi entah napa perasaan gua kagak enak. Gua beli nasi oseng & sambel kentang aja emang, sama gorengan. Iya gua sendiri, tapi bukan berarti sendiri bisa jadi bahan olokan. 

Dari awal tu bapack-bapack udah kagak ramah banget sama gua. Entah perasaan gua atau emang nada bicara bapaknya gitu...tapi beberapa kali gua ke situ, perasaan enggak gitu kok. Tu bapack-bapack lagi ga mood apa gimana dah. Ga ngerti gua.

Sialnya tuh bapak" jokes nya ga jelas banget, gua ga beli lauk (protein) aja diomongin depan gua. Asli males, ngeselin, kalau mau bercanda mah bercanda aja, tapi ga usah pakai jokes alay. Hari gini jokesnya masih aja dikaitin sama body shaming. Oke gua gendut, berisi, berlemak, berdaging atau apapun itu serah omongan lu dah. Gua keselllll.


"Lauknya mba?"

"Sampun pak, niku mawon. Ini tambah gorengan dua." (Udah pak, itu aja. Ini tambah gorengan dua).

"Ora nganggo lauk i kang, hehe, mbok yo nggo daging utowo opo." (Enggak pakai lauk kang, bisalah pakai lauk daging atau apa).

"La wis berdaging, kandel kang." (Kan dah berdaging, tebel juga kang).

.

.

Gua (?): -_- mesam mesem, pengin nonjok tu aki-aki.


Beberapa kali gua ke situ sama temen gua, dan beli makan, emang sih nggak pakai minum (karena emang gua bawa minum dari kos) itu aja diomongin. Emang salah? Harusnya sih enggak kan (?)

Kezel banget gua jadinya, gua di sini beli ya kagak ngutang. Pengin gua tampol aja dah tu kepala dua aki-aki. Ga asik banget bercandaannya, 

Astagfirullah, kayaknya gua disuruh banyak baca istighfar deh. 

Walaupun gua kesel setengah mampus, tetep gua doain semoga usaha mereka lancar-lancar dan tetep berkah deh ya, ramai pembeli dan ramah tamahnya ditambah kalau bisa diproduksi ulang. Biar ga kejadian begini lagi. Aamiin.


Yang gue sayangin satu, kenapa saat hati gua merasa tersakiti gua cuma fokus sama kekesalan gua sama dua aki-aki itu. Padahal kan gua bisa berdoa sama Allah, semoga gua bisa sidang bulan ini, dan mungkin bisa dikabulkan karena gua merasa saat itu jadi orang yang merasa paling tersakiti. Gua terlanjur emosi sih, pas gua cerita ama temen di hari berikutnya, gua diingetin...harusnya lu berdoa karena lu menjadi orang teraniaya saat itu. 

Lah iya juga, karena sekarang gua masih merasa tersaikiti dan teraniaya, jadi gua sekarang mau berdoa. Masih bisa kan (?).

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bagaimana Kalau Kita Hanya Menjadi Sebuah Opsi?

https://pin.it/6C4QQF7J1 Siapa kira bahwa setiap manusia bisa menjadi sebuah opsi di kehidupan manusia lain? Menjadi pilihan dari sejumlah alternatif, atau dalam penggunaan bahasa sedihnya bukan menjadi tujuan utama seseorang. Cukup menyedihkan jika terlalu dalam dipikirkan. Menerima fakta jika kita hanya menjadi opsi saat tujuan utama belum bisa digapai. Menerima fakta jika kita hanya menjadi tempat singgah saat tujuan utama belum bisa menjadi sungguh.  Rasanya menyalahkan orang lain yang tidak mau menjadikan kita tujuan utama juga tidak benar. Mungkin hati kita yang terlalu berharap, supaya kita bisa menjadi tujuan utama dan bahagia bersama selamanya. Tapi ternyata cuma angan semata, ketika kita tahu fakta sebenarnya. Lalu, setelah tertampar fakta yang nyata itu... apa sebaik-baik hal yang harus dilakukan? Jika logika berjalan waras, disuguhi fakta sedemikan rupa dan menyadari bahwa kita hanya menjadi pilihan, akan lebih baik jika kita menyudahi semua. Namun, meninggalkan semuany...

Kenapa Ya, Menulis itu Lebih Lancar Kalau Kita Lagi Ga Baik-Baik Aja?

Ini sebenarnya salah, seharusnya menulis itu bisa dilakukan dalam kondisi apapun. Bukan di saat kita sedang ga baik-baik aja, bukan di saat diri kita ga punya siapa-siapa buat cerita, bukan di saat kita menganggap seluruh orang di dunia ini menyebalkan, bukan di saat kita nangis di pojokkan kamar karena merasa sendiri dan ngga ada siapa-siapa yang mau mengerti kita, bukan di saat kita marah karena terlalu lelah menghadapi kebijakan pemerintah yang makin ngawur setiap harinya. Harusnya menulis bisa dilakukan kapan pun entah apapun kondisinya. Tapi kalau gue berpendapat menulis itu akan lebih lancar ketika kita sedang ga baik-baik aja. Alasannya? Ketika kita sedang ga baik-baik aja dengan kehidupan kita, banyak emosi yang lama sekali kita timbun di dalam hati kecil ini yang kapan saja bisa meledak tanpa kita tahu di waktu kapan ia akan meledak. Lalu kenapa bisa jadi lancar? Karena dengan menulis entah apapun itu jadi satu perantara menyalurkan emosi kita yang sudah lama sekali kita penda...

Fatherless: Ketika Kehadiran Bapak Hanya Sekadar Hadir

                               https://pin.it/6RCwbmz Butuh keyakinan dan kekuatan yang kuat buat nulis ini.  Gua tahu istilah fatherless tuh belum lama, dan ternyata wah yang gua rasain selama ini tuh fatherless deh. Belum lama ini kan ada tuh survei yang mengatakan kalau di Indonesia tingkat fatherless tuh banyak banget. Jadi, ya wow gitu ternyata fenomena fatherless ini banyak dialami oleh kebanyakan anak bahkan sampai anak itu udah ga disebut anak-anak lagi alias udah dewasa. Menurut cnn.indonesia fatherless adalah kondisi di mana seorang anak yang tumbuh bersama ibunya tanpa kehadiran ayah baik secara fisik atau psikologis. Nah keadaan seperti anak yatim itu bisa disebut fatherless . Bukan cuma anak yatim, ternyata jika keadaan seorang anak, orang tuanya masih komplit tapi yang mendominasi kehidupan pertumbuhan mereka itu cuma ibu, juga bisa disebut fatherless . Maksudnya gimana sih...