Langsung ke konten utama

Katanya, Semua Demi Serdik.


                    https://pin.it/4RS0Qz1WU

    Kabar itu gua dengar ketika kira-kira menginjak semester dua waktu gua kuliah S1. Gaungan untuk mengikuti pendidikan satu tahun lagi bagi para sarjana pendidikan terus menyeruak digaungkan. Kaget mah pasti yaaa, apalagi gua udah terlanjur nyebur di perkuliahan bidang pendidikan. Gua pikir bisa nih abis lulus langsung jadi PNS, wqwq. Ternyata ga semudah itu weh. Susah. Rumit. Masih harus kuliah setahun lagi ternyata. Biar dapet poin plus. Di jaman S1 gua ga terlalu memikirkan itu, yang penting gua kuliah, ngumpulin tugas, presentasi, skripsi terus lulus.

Singkat cerita luluslah gua di tahun 2022. Lega tapi bingung, habis ini mau ngapain. Mau kerja apa, soalnya gua lulus tapi bekal gua tuh masih nol :(

Mau ngajar tapi kayaknya gua belum bisa banget, pokoknya rasanya noob dan kayak ga mungkin. Mau kerja di bidang lain, gua masih bingung mau nulis di CV keahlian gua apa aja. Bingung. 

Sampe akhirnya bapak bilang, mending ikutan yang kuliah setahun itu. Setahun itu cepet, gapapa ikut aja. Selagi dapet bea.

In case, gua dulu sama sekali belum kepikirian buat yang namanya PPG. Kayak udah cape aja mikir, tapi jadi mikir lagi kalau ga PPG, apakah 4 tahun kuliah gua bakal sia-sia.

Hingga dengan banyak pertimbangan, akhirnya gua mencoba ikutan daftar. Menyiapkan pendaftaran administrasi yang sungguh-sungguh ribet. Terus deg-degan lagi perihal tes yang hampir kayak tes SBMPTN dulu, soalnya gua tahu gua lemah banget kalau tes-tes beginian tuh. Ada 3 tes, mungkin emang udah rezeki dan jalannya gua ikutan sekolah setahun lagi ini wqwq.

Semua demi serdik, gaungan-gaungan ketika mulai mengikuti PPG. Hahha, rasanya aneh. Udah kelar kuliah, tapi hari itu kuliah lagi sebagai "maba". Masuk kelas malu-malu, ketemu temen baru, juga beberapa dosen, hari-hari dipenuhi pertanyaan:
"Namanya siapa?"
"Dari kampus mana dulu?"
"Angkatan berapa?"
"Asalmu mana?"
Sampai pertanyaan-pertanyaan itu bosen ditanyakan dan dijawab di hari itu. Tapi berkat itu gua kenal satu demi satu manusia yang ternyata bikin setahun PPG gua ini asik. Asik banget.

Setahun yang bener-bener ga kerasa. Hari-hari tagihan tugas terus ada. Hari-hari Senin-Jumat yang sibuk bukan main. Dua hari kuliah di kampus, tiga hari magang ngajar di sekolah. Gua heran, kok gua ga kurus-kurus yaaa. Padahal kegiatan sepadet itu. Belum kegiatan di luar kampus yang cukup nguras tenaga. Dimana di hari Senin sampe Rabu gua bisa pulang kosan di jam 9 malem. Tapi ternyata gua tetep bisa enjoy the moment. Gua ngerasa kuliah setahun ini lebih hidup dan gua seneng.

Ternyata sekarang masanya udah abis. Setahun cepet banget, setahun banyak moment yang banyak gua lewati. Seneng pasti, marah ada, kesel jelas, pengin ngajak ribut orang udah jelas pernah. Hahaa. Tapi asli seru.

Sekarang tinggal menata apa yang perlu ditata. Sekarang berdoa sekuat tenaga, soalnya pengumuman ujian belum tahu kabarnya.
Sekarang tinggal sendirian, gaada lagi chit chat "Mba mangkat jampir?"
"Da LMS topik 3 aksi nyata uwis durung?"
Satu per satu hilang, kembali ke bumi peraduan.
Ah, sebal. Aku sedih. 
Semoga kita dapet serdiknya yaa, sama lolos yang udah kita doakan selama ini. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bagaimana Kalau Kita Hanya Menjadi Sebuah Opsi?

https://pin.it/6C4QQF7J1 Siapa kira bahwa setiap manusia bisa menjadi sebuah opsi di kehidupan manusia lain? Menjadi pilihan dari sejumlah alternatif, atau dalam penggunaan bahasa sedihnya bukan menjadi tujuan utama seseorang. Cukup menyedihkan jika terlalu dalam dipikirkan. Menerima fakta jika kita hanya menjadi opsi saat tujuan utama belum bisa digapai. Menerima fakta jika kita hanya menjadi tempat singgah saat tujuan utama belum bisa menjadi sungguh.  Rasanya menyalahkan orang lain yang tidak mau menjadikan kita tujuan utama juga tidak benar. Mungkin hati kita yang terlalu berharap, supaya kita bisa menjadi tujuan utama dan bahagia bersama selamanya. Tapi ternyata cuma angan semata, ketika kita tahu fakta sebenarnya. Lalu, setelah tertampar fakta yang nyata itu... apa sebaik-baik hal yang harus dilakukan? Jika logika berjalan waras, disuguhi fakta sedemikan rupa dan menyadari bahwa kita hanya menjadi pilihan, akan lebih baik jika kita menyudahi semua. Namun, meninggalkan semuany...

Kenapa Ya, Menulis itu Lebih Lancar Kalau Kita Lagi Ga Baik-Baik Aja?

Ini sebenarnya salah, seharusnya menulis itu bisa dilakukan dalam kondisi apapun. Bukan di saat kita sedang ga baik-baik aja, bukan di saat diri kita ga punya siapa-siapa buat cerita, bukan di saat kita menganggap seluruh orang di dunia ini menyebalkan, bukan di saat kita nangis di pojokkan kamar karena merasa sendiri dan ngga ada siapa-siapa yang mau mengerti kita, bukan di saat kita marah karena terlalu lelah menghadapi kebijakan pemerintah yang makin ngawur setiap harinya. Harusnya menulis bisa dilakukan kapan pun entah apapun kondisinya. Tapi kalau gue berpendapat menulis itu akan lebih lancar ketika kita sedang ga baik-baik aja. Alasannya? Ketika kita sedang ga baik-baik aja dengan kehidupan kita, banyak emosi yang lama sekali kita timbun di dalam hati kecil ini yang kapan saja bisa meledak tanpa kita tahu di waktu kapan ia akan meledak. Lalu kenapa bisa jadi lancar? Karena dengan menulis entah apapun itu jadi satu perantara menyalurkan emosi kita yang sudah lama sekali kita penda...

Fatherless: Ketika Kehadiran Bapak Hanya Sekadar Hadir

                               https://pin.it/6RCwbmz Butuh keyakinan dan kekuatan yang kuat buat nulis ini.  Gua tahu istilah fatherless tuh belum lama, dan ternyata wah yang gua rasain selama ini tuh fatherless deh. Belum lama ini kan ada tuh survei yang mengatakan kalau di Indonesia tingkat fatherless tuh banyak banget. Jadi, ya wow gitu ternyata fenomena fatherless ini banyak dialami oleh kebanyakan anak bahkan sampai anak itu udah ga disebut anak-anak lagi alias udah dewasa. Menurut cnn.indonesia fatherless adalah kondisi di mana seorang anak yang tumbuh bersama ibunya tanpa kehadiran ayah baik secara fisik atau psikologis. Nah keadaan seperti anak yatim itu bisa disebut fatherless . Bukan cuma anak yatim, ternyata jika keadaan seorang anak, orang tuanya masih komplit tapi yang mendominasi kehidupan pertumbuhan mereka itu cuma ibu, juga bisa disebut fatherless . Maksudnya gimana sih...