Waktu itu dunia rasanya cukup berat perihal skripsi. Dari akhir semester 7 sampai hampir pertengahan semester 8 tanpa progres sama sekali. Malah keasikan kegiatan magang 6 bulan tanpa menyentuh kembali proposal yang telah diseminarkan. Teman-teman sudah mengurus surat penelitian sedangkan aku masih haha hihi shelving buku di perpustakaan. Teman-teman sudah menyusun bab 4 dan 5 sedangkan aku masih mengurus stock opname buku di close reserve.
Jangan ditanya tenang atau tidak, aku sudah mulai tidak fokus dengan magangku selam dua bulan terakhir. Akhirnya dengan pemaksaan yang cukup keras aku mulai bertanya bagaimana memina surat penelitian di fakultas, lalu aku mulai begadang di taman kampus bersama temanku untuk menyusun hasil analisisku. Pusing, ribet, kesal, dan bosan.
Jantung rasanya tremor ketika harus memijak halaman gedung pascasarjana lalu memasuki ruang dosen untuk berkonsultasi. Rasanya mau pingsan setelah beberapa bulan tidak konsultasi sama sekali. Ternyata konsultasi tidak semenakutkan itu, tapi yaa tergantung dosen pembimbing, mhihi.
Kebosanan terus merajai, bosan mengetik, bosan mengunduh artikel jurnal, bosan melakukan parafrase dan hal seputar skripsi lainnya. Tapi kebosanan itu hanya terjadi beberapa bulan saja sebelum naskah skripsiku disidangkan. Setelah sidang, ternyata rasanya biasa. Ada lega sedikit, tapi juga tidak karena harus revisi.
Beberapa bulan setelah sidang, hal-hal tak terduga juga terjadi. Seperti mengurus wisuda yang Masya Allah ribetnya bukan main, kemudian masih harus rebutan kuota wisuda dan tentu ribet mau pakai kostum apa waktu wisuda. Dasarnya manusia, memang semua hal kadang sering dibuat ribet.
Akhirnya war is over, katanya setelah wisuda. Padahal ternyata perang baru saja dimulai. Kembali ke rumah setelah puluhan purnaman terlewati di bumi perkuliahan. Ada beberapa hal yang hilang, teman, kesenangan, kesempatan main, dan pastinya kesempatan untuk selalu produktif bersama teman-teman. Hal itu kentara sekali terlihat, manusia memang tidak pernah cukup. Tapi itu tidaklah penting.
Yang penting adalah bagaimana menghasilkan uang setelah kita wisuda? Apa iya mau jadi pengangguran, asli malu. Rumah yang dulu tempat ternyaman untuk pulang, ternyata setelah wisuda (lebih tepatnya karena belum bekerja pada saat itu) menjadi tempat paling tidak nyaman dan tidak bisa berkespresi. Saya juga bingung, kenapa hal itu terjadi. Nyatanya bukan penghuninya yang bermasalah, namun beberapa penduduk sekitar yang membuat rasa nyaman itu hilang.
Hari-hari selalu terasa mencekam dan menakutkan. Kenapa bisa tiba-tiba sudah pagi lagi, padahal baru saja tadi matahari terbit dari ufuk timur. Kenapa harus ada pertanyaan-pertanyaan yang sama lagi padahal jelas-jelas kemarin pertanyaan itu sudah ditanyakan.
Sebentar sebentar, sepertinya diri ini pada saat itu harus menghilang sebentar. Hahahaa.
Komentar
Posting Komentar